Medan – Kabar73.com || Penemuan lima mayat di kampus Universitas Negeri Prima (Unpri) Medan bikin geger. Pihak Unpri dan polisi telah memberikan klarifikasi bahwa mayat itu adalah cadaver.
Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Prima Indonesia (Unpri) Medan Kolonel (Purn) Susanto mengatakan pihaknya ingin mengklarifikasi soal berita simpang siur ditemukanmayat di lingkungan kampus.
“Pertama, dengan tegas saya nyatakan tidak ada kasus pembunuhan di lingkungan Unpri seperti yang diisukan di masyarakat,” kata Susanto dalam keterangan resminya di akun Youtube Prim TV, Rabu (13/12/2023).
Dilansir dalam Skripsi Tingkat Pengetahuan Mahasiswa Kedokteran Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Angkatan Tahun 2018 dan 2019 Mengenai Aspek Fikih dan Aspek Medikolegal Penggunaan Kadaver Pada Praktikum Anatomi, yang ditulis oleh Qosita. Dalam KBBI cadaver diartikan sebagai mayat manusia yang diawetkan.
Dalam hukum Islam, cadaver pada dasarnya mempunyai hukum seperti jenazah (manusia yang sudah mati atau tidak bernyawa). Walaupun sudah tidak bernyawa, cadaver masih mempunyai hak dan kewajiban moral yang harus dipenuhi oleh siapa saja yang memanfaatkan baik sebagai media maupun media pembelajaran.
Cadaver harus diletakkan di tempat yang semestinya, tidak boleh menjadikan cadaver sebagai objek canda gurau apalagi sampai mengatakan hal-hal yang tidak-tidak mengenai semisal.
Rasulullah bersabda “Dari Aisyah bahwa Rasulullah SAW berkata: “Mematahkan atau menghancurkan tulang orang dalam keadaan hidup” (HR.Abu Daud). Hadist yang lain Rasulullah juga bersabda ” Dari Aisyah RA katanya Nabi SAW bersabda “Jangan kamu memaki orang yang telah mati karena sesungguhnya mereka telah menemui apa yang mereka amalkan semasa hidupnya” (HR.Bukhari).
Berdasarkan hadist di atas dapat dipahami bahwa penggunaan cadaver sebagai media pembelajaran harus digunakan secara baik, tidak disakiti maupun dimaki.
Hukum Fikih Cadaver dalam Islam
Fikih diartikan sebagai pemahaman. Jadi dalam ilmu fikih manusia diberikan pemahaman mengenai hukum cadaver dalam Islam. Kematian yang didefinisikan oleh ulama sebagai ketiadaan hidup atau lawan dari kehidupan.
Kematian terjadi dua kali, pertama sebelum kelahirannya atau sebelum ruh ditiupkan kepadanya. Kematian kedua adalah ketika manusia meninggalkan dunia. Sama dengan kematian, kehidupan juga terjadi dua kali.
Kehidupan pertama ketika manusia pertama kali menarik nafas di dunia sampai dengan menghembuskan nafas terakhirnya, sedang kehidupan kedua adalah ketika telah dibangkitkan di alam barzakh yaitu setelah kematiannya di dunia, sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 28:
كَيْفَ تَكْفُرُوْنَ بِاللّٰهِ وَكُنْتُمْ اَمْوَاتًا فَاَحْيَاكُمْۚ ثُمَّ يُمِيْتُكُمْ ثُمَّ يُحْيِيْكُمْ ثُمَّ اِلَيْهِ تُرْجَعُوْنَ
Artinya: Mengapa kamu kafir kepada Allah, padahal kamu tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kamu, kemudian kamu dimatikan dan dihidupkan-Nya kembali, kemudian kepada-Nya-lah kamu dikembalikan? (Q.S. Al-Baqarah: 28).
Kaidah Fikih dalam Islam
Berdasarkan Kaidah Fikih hukum asal segala sesuatu yang bermanfaat adalah diperbolehkan. Pada dasarnya semua itu halal dan boleh, sesuatu tetap pada asalnya sampai terdapat dalil yang melarang untuk memanfaatkan sesuatu.
Segala sesuatu yang diciptakan dimuka bumi diciptakan untuk manusia, artinya halal dan boleh dimanfaatkan. Jika tidak terdapat hadist yang menolaknya secara khusus, maka hukumnya halal dan boleh. Seperti dijelaskan dalam firman Allah dalam al-Qur’an Surah al-Jatsiyah ayat 13:
وَسَخَّرَ لَكُمْ مَّا فِى السَّمٰوٰتِ وَمَا فِى الْاَرْضِ جَمِيْعًا مِّنْهُۗ اِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيٰتٍ لِّقَوْمٍ يَّتَفَكَّرُوْنَ
Dia telah menundukkan (pula) untukmu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi semuanya (sebagai rahmat) dari-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.
Dalam surat di atas menjelaskan bahwa Allah telah menundukkan segala sesuatu yang ada di bumi, maksud dari kata menundukkan adalah kita boleh memanfaatkan segala sesuatu yang bisa dimanfaatkan.
Kaidah kedua adalah “Hukum untuk segala hal-hal yang merugikan adalah Haram”.
Kaidah ketiga adalah “Mencegah kerusakan lebih diprioritaskan daripada mendatangkan kemaslahatan”
Kaidah keempat adalah ” Kondisi darurat membolehkan hal-hal yang sebelumnya dilarang”
Kaidah Kelima adalah “kebolehan darurat dihitung seperlunya”
Kaidah keenam adalah “Apabila terdapat dua kerusakan atau bahaya yang saling bertentangan, maka kerusakan dan bahaya harus dijauhi atau dihindari dengan melakukan perbuatan yang risikonya lebih kecil”
Kaidah ketujuh adalah “Kehormatan seseorang yang hidup itu jauh lebih agung dibandingkan dengan kehormatan seseorang yang sudah meninggal”. (Det)