Asahan – Kabar73.com || Saidatul Fitri, istri dari Muhammad Kamil (MK), Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Sei Suka di Kabupaten Batu Bara, Sumatera Utara, akhirnya angkat bicara terkait kasus yang menjerat suaminya dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu) pada 14 Maret 2025 lalu.
Dalam konferensi pers yang digelar di sebuah kafe di Kota Kisaran, Kabupaten Asahan, Sabtu (12/4/2025), Fitri menyatakan bahwa dirinya telah resmi melaporkan oknum polisi Polres Batu Bara berinisial Bripka ASR ke Bidang Propam Polda Sumut. Laporan tersebut ia buat karena diduga Bripka ASR menjadi pihak yang pertama kali meminta uang dalam bentuk tunjangan hari raya (THR) kepada suaminya.
“Laporan sudah saya masukkan ke Propam Polda Sumatera Utara. Saya ingin mencari keadilan, karena saya yakin dan percaya, suami saya tidak akan mengumpulkan uang dari para kepala sekolah jika tidak ada permintaan awal dari Bripka ASR,” ujar Fitri di hadapan para jurnalis.
Bermula dari Permintaan THR untuk APH
Menurut penuturan Fitri, permintaan tersebut pertama kali disampaikan melalui sambungan telepon oleh Bripka ASR kepada suaminya yang juga menjabat sebagai Ketua Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) tingkat SMA di Batu Bara. Saat itu, percakapan berlangsung dengan mode speaker, sehingga Fitri mengaku mendengar langsung isi pembicaraan tersebut.
“Waktu itu saya duduk di sebelah suami, handphone-nya dispeaker, jadi saya dengar semuanya. Oknum polisi itu tanya kapan dana BOS cair dan bilang, ‘jangan lupa THR untuk APH’. Saya kaget,” ungkap Fitri.
Setelah percakapan tersebut, MK bersama rekannya SLS—yang menjabat sebagai Ketua MKKS SMK Batu Bara—kemudian menggelar rapat dengan sejumlah kepala sekolah SMA dan SMK di daerah tersebut. Agenda utama rapat tersebut disebut Fitri adalah menindaklanjuti permintaan dari Bripka ASR terkait THR untuk aparat penegak hukum (APH) yang diklaim akan diambil dari dana BOS.
Dalam rapat itu, kata Fitri, seluruh kepala sekolah sepakat untuk menghimpun dana dengan jumlah yang disesuaikan berdasarkan jumlah siswa di masing-masing sekolah. “Untuk sekolah suami saya yang siswanya mencapai 900 orang, terkumpul dana sekitar Rp26 juta lebih,” ujar Fitri.
Namun siapa sangka, dana yang dikumpulkan dengan alasan memenuhi permintaan THR itu justru menjadi barang bukti utama dalam OTT yang dilakukan Kejatisu. Dalam penangkapan tersebut, MK ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi pemotongan dana BOS, dan kini sedang menjalani proses hukum serta ditahan.
“Padahal demi Tuhan, suami saya tidak akan pernah melakukan pengumpulan dana kalau bukan karena merasa ada permintaan dari pihak kepolisian. Saya berani bersumpah soal ini,” ucap Fitri dengan tegas.
Ada Catatan yang Menunjukkan Aliran Dana
Fitri turut menunjukkan bukti berupa catatan yang ditulis oleh suaminya terkait aliran dana yang dikumpulkan. Di catatan tersebut, terdapat beberapa nama kode dan nominal uang yang disebut sebagai destinasi dana THR untuk APH. Kode-kode seperti “Kayu Ara”, “Ibu Kota”, “Cabang”, dan “Penginapan Inspektorat” tertulis jelas, diduga merujuk pada instansi atau individu tertentu.
“Saya yakin, catatan ini adalah bukti kuat bahwa pengumpulan uang tersebut bukan inisiatif suami saya pribadi. Ada sistem yang dijalankan atas dasar permintaan pihak tertentu,” tegasnya.
Fitri Desak Penegakan Hukum yang Transparan
Melalui konferensi pers ini, Fitri berharap agar aparat penegak hukum, khususnya Polda Sumut dan Kejatisu, benar-benar menggali kebenaran dari kasus ini secara menyeluruh dan tidak hanya menjadikan suaminya sebagai pihak yang disalahkan.
“Kalau hukum memang adil, maka semua yang terlibat seharusnya diperiksa. Jangan hanya suami saya yang dikorbankan,” ucapnya.
Laporan yang dibuat Fitri diharapkan bisa menjadi pintu masuk bagi Propam Polda Sumut untuk mengusut peran Bripka ASR dalam kasus ini. Ia menekankan, sebagai istri dan warga negara, dirinya memiliki hak untuk mencari keadilan dan mengungkap kebenaran. (red)