Kabar73.com || Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Amerika Serikat (AS) melaporkan jika Korea Utara (Korut) menjatuhkan hukuman penjara seumur hidup kepada seorang balita 2 tahun, karena keluarganya kepergok menyimpan Alkitab di rumah.
Laporan Kemlu AS bulan ini menyoroti ihwal kebebasan beragama internasional. Laporan itu salah satunya merujuk data Korea Future, sebuah organisasi non pemerintah yang mendokumentasikan pelanggaran hak asasi manusia di Korut.
“Satu kasus melibatkan penangkapan sebuah keluarga pada 2009 karena praktik keagamaan mereka dan kepemilikan Alkitab,” tulis laporan Kemlu AS, seperti dilansir, Rabu (31/5/23).
“Seluruh keluarga, termasuk seorang anak berusia 2 tahun dijatuhi hukuman seumur hidup di kamp penjara politik,” jelasnya.
Laporan Korea Future itu didasarkan pada wawancara antara tahun 2007-2020 kepada 244 orang korban penganiayaan agama, baik yang pernah ditahan, disuruh kerja paksa, disiksa, tak mendapat keadilan, hingga mendapat kekerasan seksual imbas memeluk agama Kristen.
Di negara itu, diperkirakan ada sekitar 200 ribu hingga 400 ribu orang Kristen klandestin atau penganut agama Kristen secara sembunyi-sembunyi. Mereka utamanya berada di Barat Korut, dimana banyak Kristiani yang menetap di sana usai terjadi ‘ledakan’ minat terhadap kepercayaan itu pada tahun 1907 lalu.
Temuan Korea Future ini pun mencerminkan paranoia rezim terhadap agama, dan kurangnya toleransi terhadap kepercayaan mana pun, terkecuali pengabdian mutlak kepada keluarga pemimpin mereka, Kim Jong Un.
Selama beberapa dekade, rezim Korut memang berupaya menumpas agama Kristen. Pemerintah Korut diduga takut akan pengaruh gereja setelah mengetahui besarnya peran agama itu dalam runtuhnya Tirai Besi di Eropa pada 1980-an.
Menurut Open Doors USA, sekitar 50 ribu sampai 70 ribu warga Korut diperkirakan ditahan di penjara karena menganut agama Kristen.
Laporan ‘Daftar Pantauan Dunia’ Open Doors yang rilis awal tahun ini juga menyebutkan, Pyongyang telah mengintensifkan perburuan terhadap umat Kristen, yakni memburu gereja bawah tanah.
Atas kasus ini, Kemlu AS pun menyimpulkan, pihak berwenang Korut hampir sepenuhnya menyangkal hak atas kebebasan berpikir, hati nurani dan agama. Juga menetapkan pemerintah dalam banyak kasus melakukan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan. (red)