Asahan – Kabar73.com || Puluhan bahkan ratusan barak liar milik penggarap kini masih berdiri tegak di area lahan HGU PT Sari Persada Raya mengakibatkan karyawan tidak dapat kebekerja karena merasa terintimidasi oleh penggarap.
Karena itu, Tim Terpadu yang sengaja dibentuk oleh Bupati Asahan H Surya diminta untuk bersikap dan menertibkan barak tersebut karena dapat berpotensi menjadi perpanjangnya konflik antara kelompok penggarap dengan pekerja perkebunan.
Permintaan itu disampaikan oleh perwakilan PT SPR yakni Fierman Sihaloho dan Haida Sinurat saat menggelar konferensi pers bersama wartawan, di Kisaran, Selasa (17/10/2023).
“Karena kami karyawan PT SPR ini juga masyarakat Kabupaten Asahan. Sejak konflik ini terjadi dan barak-barak itu dibangun di lokasi usaha perusahaan kami tidak bisa bekerja, anak-anak dan keluarga kami yang tinggal di sana juga diintimidasi. Bagaimana kami bisa hidup dan bekerja kalau seperti ini, siapa yang membiayai kebutuhan keluarga kami. Aparat dan pemerintah juga harus melindungi karyawan yang juga masyarakat Asahan,” kata Fierman menjelaskan.
Hal itu dikatakannya menyusul beberapa waktu lalu tim terpadu yang ditugasi untuk menyelesaikan konflik di lahan hak guna usaha PT SPR di Desa Huta Bagasan Kecamatan Bandar Pasir Mandoge Kabupaten Asahan datang berkunjung bahkan terkesan tidak terbuka dan setengah hati dalam menyelesaikan sengketa di daerah tersebut.
Sebab, kunjungan tim terpadu yang dibentuk oleh Bupati Asahan pada Kamis (12/10) lalu itu, baik karyawan maupun perwakilan perusahaan PT SPR tidak dilibatkan.
“Ada datang tim terpadu yang sebelumnya di bentuk Bupati Asahan meninjau lokasi lahan yang bersengketa ini pada tanggal 12 Oktober 2023, namun kami karyawan atau pihak perusahaan tidak dilibatkan sama sekali. Makanya wajar kami meragukan apakah tim ini benar-benar ingin menyelesaikan masalah ini,” kata Fierman Sihaloho didampingi oleh Haida Sinurat koordinator karyawan PT SPR dalam keterangannya kepada wartawan, Selasa (17/10/2023).
Mereka menilai, tim terpadu yang ditugasi Bupati menyelesaikan persoalan lahan perkebunan di HGU PT SPR dengan penggarap ini berpihak kepada kelompok penggarap yang saat ini diketahui telah menguasai sebagian dari ratusan hektar HGU PT SPR dengan membangun barak dan pondok-pondok di sana secara illegal dan menentang undang-undang perkebunan.
Karenanya pinta Fierman kembali, jika tim terpadu yang terdiri dari banyak unsur itu seperti Dinas Pertanian, Kehutanan, BPB, Camat, Polres dan Kodim itu agar transparan dan tidak berpihak dalam menyelesaikan persoalan klaim di lahan HGU kurang lebih 800 hektar yang dipersoalkan kelompok penggarap tersebut.
“Keberadaan pondok dan barak barak dibangun di lokasi perkebunan itu jumlahnya semakin banyak. Kami minta kepada tim terpadu untuk membongkar bangunan itu agar kami karyawan PT SPR tidak merasa terancam tinggal dan bekerja di sana,” ujarnya.
Ditambahkan perwakilan karyawan ini, Tim Terpadu yang didalamnya ada aparat penegak hukum hendaknya juga mengusut siapa mafia tanah dalam persoalan ini.
“Karena kami mendengar ada mafia tanah yang menunggangi aksi masyarakat sebenarnya,” ucapnya.
Sebelumnya, Ketua Tim Terpadu yang juga merupakan Kepala Dinas Perkim Asahan Adi Huzaifah dalam kunjungan pihaknya pada Kamis (12/10) lalu di Desa Huta Bagasan diantaranya menunggu hasil pengukuran ulang BPN provinsi Sumut dan meminta masyarakat penggarap agar membongkar barak barak yang dibangun.
Hanya saja, barak – barak tersebut hingga saat ini belum dibongkar mengakibatkan karyawan yang bekerja mengkhawatirkan keselamatan mereka karena kerap mendapatkan intimidasi dari penggarap. (red)