Mongolia – Kabar73.com || Lapisan tanah di pegunungan Eurasia lambat laun meleleh. Fenomena itu menyebabkan jasad pasukan Imperium Mongol yang ditakuti di masa silam bermunculan dan menjadi obyek riset oleh para ilmuwan.
Sebuah studi baru mempelajari jasad yang berada di pemakaman di area pegunungan Khovsgol. Makam itu eksis sejak abad ke-13 bersamaan dengan unifikasi Imperium Mongol di tahun 1206.
Seperti dikutip dari IFL Science, waktu itu Genghis Khan menyatakan dirinya sebagai penguasa dari seluruh Mongolia. Dengan bantuan tentaranya yang tangguh dan kejam, dia memimpin penaklukan berdarah di seluruh Asia. Imperium Mongol pun menjadi salah satu yang terbesar sepanjang sejarah dunia.
Pada tahun 2018 dan 2019, kerangka 11 individu ditemukan di situs pemakaman elit di masanya setelah lapisan es meleleh. Jasad itu secara mengejutkan masih cukup baik kondisinya, walau sudah terkubur ratusan tahun lamanya. Suhu yang beku membantu mengawetkannya.
Dikubur bersama mereka adalah obyek-obyek mewah, menandakan status mereka tinggi di zaman kejayaan Mongol. Nah ilmuwan pun tertarik menyelidiki menu makanan dari kaum aristrokrat Mongol dengan meneliti jasad itu.
Dengan analisis protein yang ditemukan di area gigi, mereka menemukan bukti bahwa tentara Mongol ini suka minum susu kuda, kambing, domba, sapi dan khususnya yak, yaitu hewan sejenis sapi yang eksis di Tivet.
Yak memang memainkan peran penting dalam budaya penduduk di area dataran tinggi Eurasia timur. Mereka menyediakan makanan kalori tinggi, bulu yang tebal serta lemak untuk bahan pembuatan komoditas seperti lilin.
“Penemuan terpenting kami adalah seorang perempuan elit yang dikubur dengan jubah sutra. Analisis kami menyimpulkan dia minum susu yak saat dia hidup. Ini membantu kami memverifikasi kegunaan jangka panjang hewan ikonik ini di area itu dan ikatannya dengan penguasa elit,” kata Alicia Miller dari University of Michigan.
Di sisi lain, meski lapisan es yang mencair membantu ilmuwan menemukan mayat dari masa silam, itu membuatnya lebih rentan terhadap penjarahan. Jika suhu terus meningkat dan lapisan es kian sedikit, dikhawatirkan beberapa peninggalan arkeologi rusak karena ulah manusia.
“Tingkat penjarahan yang kami saksikan belum pernah terjadi sebelumnya. Hampir setiap pemakaman yang dapat kami temukan dihancurkan oleh aktivitas penjarahan,” jelas Julia Clark, seorang arkeolog di Nomad Science. (dtc)