MEDAN – Kabar73.Com || Berinvestasi saham tidak selamanya menunjukkan tren kenaikan alias menghasilkan cuan sepanjang waktu. Dalam berinvestasi saham, ada kalanya pergerakan harga suatu saham dapat berfluktuasi atau mengalami naik dan turun secara signifikan.
Kepala Bursa Efek Indonesia Wilayah Sumut, Pintor Nasution mengatakan salah satu situasi yang kerap membuat para investor saham panik adalah ketika harga suatu saham turun karena berbagai faktor.
“Salah satu variabel yang dapat menyebabkan penurunan harga saham yang signifikan adalah ketika pasar modal global sedang mengalami koreksi dan berdampak pada penurunan harga di pasar saham domestik,” katanya, Jumat (24/3).
Dalam kondisi seperti ini, investor perlu mempertimbangkan langkah-langkah yang diambil, khususnya hal-hal yang bisa memicu kerugian yang signifikan.
“Pertama, tidak panik ketika harga saham yang ada dalam portofolio mengalami potential loss atau harga sahamnya lebih rendah ketimbang harga saham saat investor membelinya. Apalagi jika harga saham terus merosot,” ujarnya.
Berusahalah untuk tetap tenang dan jangan panik. Kepanikan bisa memicu pengambilan keputusan yang tergesa-gesa, seperti menjual sekaligus semua saham yang merosot tersebut. Keputusan yang didasarkan pada emosi panik seringkali berbuah kerugian besar.
“Ketika seorang investor sedang mengalami situasi tersebut, investor dapat mencari alternatif lain dalam memitigasi kerugian lebih besar ke depan,” katanya.
Investor dapat melakukan evaluasi terkait kondisi keuangan saham perusahaan yang dimiliki. Jika berdasarkan analisis yang dilakukan kondisi keuangan perusahaan masih cenderung optimis, investor dapat mempertimbangkan untuk mempertahankan saham emiten tersebut.
“Kedua, investor bisa memutuskan untuk mengoleksi saham-saham yang sudah tergolong murah atau ketika harga saham tersebut sedang mengalami penurunan . Metode investasi ini bisa diaplikasikan diikuti dengan pertimbangan kinerja keuangan dan prospek bisnis perusahaan di masa depan,” katanya
Dengan demikian, hal ini juga berpotensi membawa harga saham yang sebelumnya turun, kembali naik jika situasi pasar global dan domestik ikut membaik.
“Di sisi lain, ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi harga saham. Saham suatu perusahaan bisa saja turun harganya karena kondisi ekonomi sedang tidak bagus, padahal secara keseluruhan kondisi perusahaannya masih sangat bagus,” katanya.
Saham perusahaan yang kondisi keuangannya masih baik inilah yang menjadi sasaran investor. Perusahaan dengan kondisi keuangan yang sehat, pengelolaan yang kredibel, serta proyeksi yang bagus di masa mendatang, memiliki potensi saham yang menjanjikan. Jika membeli saat harganya sedang turun, investor bisa memperoleh imbal yang lebih besar di masa depan.
Ketiga, mempersiapkan diri ketika menghadapi kerugian. Dalam berinvestasi saham, investor berpeluang mengalami kerugian ketika menjual saham tersebut.
“Jika memang situasinya tak bisa lagi diselamatkan dan tak ada tanda-tanda bahwa perusahaan akan kembali bangkit dari kondisinya yang terpuruk, memutuskan untuk menjual saham di harga yang rendah bisa menjadi pilihan yang tepat,” ujarnya.
Keputusan ini dikenal dengan aksi cut loss, untuk menghindari kerugian yang semakin besar jika harga saham terus melorot.
Tanda investor harus melakukan cut loss juga bisa dengan melihat kinerja perusahaan yang sahamnya dimiliki tidak baik, sedangkan kondisi ekonomi relatif stabil begitu pun dengan perusahaan yang bergerak di industri yang sama.
Menjual saham di harga yang cukup rendah di situasi tersebut bisa menghindarkan investor dari risiko kerugian yang lebih banyak lagi.
“Jadi, saat melakukan investasi saham, investor sudah harus siap dengan berbagai hal yang tak terduga. Harga saham bisa naik dan turun tanpa diduga, sehingga hal penting yang harus dilakukan adalah mengikuti strategi yang sudah dipersiapkan dalam menghadapinya,” katanya.
Lantas, mengapa harga saham bisa mengalami penurunan?
Pertama, harga saham turun akibat kondisi perekonomian. Kondisi ekonomi bisa dibilang sebagai salah satu faktor yang berdampak pada naik turunnya harga saham.
Saat ekonomi sedang mengalami resesi global , biasanya nilai saham akan mengalami penurunan. Hal ini karena dampak dari resesi global dinilai berpotensi memberikan pengaruh negatif bagi pasar modal suatu negara.
Kedua, kondisi politik. Tak hanya kondisi ekonomi saja, namun kondisi atau iklim politik global pun juga memiliki andil pada naik dan turunnya harga saham dunia. Misalnya saja, saat aksi terorisme sedang berlangsung di suatu negara di dunia, apalagi jika negara tersebut terbilang berpengaruh di dunia, maka kemungkinan akan terjadi penurunan aktivitas ekonomi, begitu juga dengan harga saham.
Ketiga, kinerja sektoral atau industri. Kinerja sektor industri juga turut menjadi faktor yang mempengaruhi naik dan turunnya harga saham. Saat sektor industri tertentu menunjukkan kinerja yang terbilang lesu, maka kondisi itu bisa berdampak pada menurunnya harga saham di sektor industri tersebut.
“Saat Pandemi Covid-19 terjadi, banyak sektor industri yang terkena dampak dan berakhir dengan turunnya harga saham pada periode tersebut. Namun, harga saham yang naik dan turun merupakan suatu pengalaman yang biasa bagi investor yang sudah lama berkecimpung di pasar modal,” pungkasnya. (Nis)