JAKARTA – Kabar73.com || Hebohnya kasus sejumlah pejabat di Dirjen Pajak yang kini tengah disorot karena memiliki gaya hidup mewah menimbulkan sikap apatis publik untuk membayar pajak.
Hal ini bermula pada kasus mantan pejabat Ditjen Pajak, Rafael Alun Trisambodo, dan dinilai tidak semestinya direspons publik dengan memboikot pajak.
Membayar pajak merupakan kewajiban sebagai warga negara.
Terkait hal itu, pengamat pajak dari Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar menjelaskan, penerimaan pajak sangat penting bagi negara karena memberikan banyak manfaat untuk pembangunan.
“Uang pajak yang kita bayarkan untuk membayar gaji guru, tentara, dan para pelayan publik lainnya. Uang pajak yang kita bayarkan digunakan untuk subsidi kelompok yang berpendapatan rendah, memberikan bantuan sosial, dan membangun berbagai infrastruktur untuk rakyat,” kata Fajry dalam keterangan tertulis, Rabu (8/3/2023).
Fajry menjelaskan, membayar pajak adalah kewajiban bagi setiap warga negara. Karena itu sangat disayangkan apabila masyarakat mengikuti gerakan boikot bayar pajak. Menurutnya, kekecewaan masyarakat bisa disalurkan dengan mendorong transparansi dari institusi pajak.
“Publik bisa mendorong ada perbaikan birokrasi di tubuh Ditjen Pajak,” katanya.
Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati juga mengungkapkan pentingnya membayar pajak. Menurutnya, pajak menopang APBN sehingga pada akhirnya bisa menjadi shock absorber. Dicontohkan olehnya kenaikan harga minyak yang mencapai USD120/barrel pada 2022 lalu, bila tidak ditahan dengan subsidi yang mencapai Rp552 triliun, masyarakat bisa membayar BBM hingga 3 kali lipat.
“Kita tidak ingin ini terjadi. Nah, dananya dari mana? Tentu saja dari Rupiah yang anda bayarkan melalui pajak,” kata Menkeu Sri Mulyani dalam Economic Outlook 2023, dikutip dari akun Instagram resminya @smindrawati. (red)